Jakarta -Batamlive. Polisi salah tangkap bila mendahulukan menangkap Ki Gendeng Pamungkas (KGP). Karena yang dilakukan KGP bukan aksi, namun reaksi atas akumulasi aksi yang ditunjukkan oleh orang-orang Cina yang arogan selama ini.
Harusnya, yang diutamakan penangkapan terhadap Nathan, orang Cina yang menjadi pengancam pembunuhan terhadap Fahira Idris. Dan kedua, Stephen orang yang menghina Tuangku Guru Bajang dengan sebutan Tiko,tikus kotor saat berselisih di Bandara Singapura dan masih dilanjutkan menunjukkan arogansinya di Bandara Soetta saat Tuanku Guru Bajang melapor.
Bila ini tidak dilakukan, maka akan kami pertanyakan semboyan ” menganyomi dan melindungi” yang menjadi ikon kesetiaan institusi.” Kata Suta Widhya SH, salah seorang Tim Hukum Pembela KGP, Kamis (18/5) malam ini usai mencoba menemui Direktur Reskrimsus Kombes (Pol) Wahyu Hadiningrat.
Suta menyayangkan keputusan Polisi tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Ki Gendeng Pamungkas sehingga terancam tetap ditahan untuk 60 hari ke depan.
Menurut Direktur Reskrimsus Penyidik, pihaknya sudah melakukan gelar dan pertimbangannya tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan karena dikuatirkan Ki Gendeng Pamungkas melarikan diri dan mengulangi perbuatan.
Kuasa Hukum Ki Gendeng Pamungkas/KGP Juju Purwantoro SH MH menolak kliennya dikatakan rasis. Menurut Juju melihat seseorang tidak bisa dilihat hanya pada video dan tulisannya. Tapi, sejauh mana mengeksplorasi dikehidupan sehari-hari.
Inti perlawanan yang dilakukan oleh KGP selama bertahun-tahun adalah melakukan kritisi introspeksi kepada rezim Pemerintahan yang tengah berlangsung agar bisa mengurangi penguasaan Modal dan Ekonomi oleh segelintir atau sekelompok kecil keturunan Cina, sehingga tidak terjadi monopoli kekuasaan ekonomi oleh kelompok Cina saja. Meski dilakukan dengan gaya-gayanya yang nyentrik.
Ini menjadi satu ikatan perjuangan yang cinta NKRI, “Melihat KGP terus menerus berjuang, harus ada Political will”
Pemerintah hendaknya melakukan distribusi kekuatan Ekonomi masyarakat yang adil (fairness) dan merata bagi masyarakat Indonesia. KGP sangat berharap agar Jurang perbedaan antara kelompok Cina yang kaya raya dengan mayoritas masyarakat miskin bisa dikurangi secara maksimal.
Sikap inilah yang harus kita pahami dan harus didukung oleh mayoritas Umat. Banyak pihak yang selama ini hanya menilai stigma KGP dari sisi negatifnya saja. Tapi, semuanya tidak ada bukti hukum bahwa KGP telah melakukan kejahatan/tindak Pidana.
Sejalan dengan Juju, anggota Tim Bantuan KGP lainnya, Suta Widhya SH melihat dari segi sosio historic. Ia menilai KGP mirip dengan sosok Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868; meninggal di Klaten, Jawa Tengah, 28 Desember 1956).
Tokoh satu ini adalah pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI), sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.
“Memang KGP melawan ketimpangan tidak lewat dagang, namun kaos, stiker, topi, PIN, pagelaran music cadas (under ground) dan lainnya sebagai alat kampanye dalam menyampaikan kritik sosial mulai dari basmi koruptor sampai fight against Cina.” Tutup Suta Widhya SH.(red)